Selasa, 22 November 2016

need dan demand



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang. Status kesehatan yang baik dibutuhkan oleh manusia untuk menopang semua aktivitas hidup. Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan. Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik tersebut dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula.
Need terhadap pelayanan kesehatan dapat didasari kepada pengertian tentang  merit goods. Pembahasan mengenai need yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak seluruh need akan dapat dipenuhi, dengan demikian akan terdapat sebuah ranking need dalam pengertian ceteris paribus. Kita akan lebih memilih satu need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan manfaat yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun terbatas. Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus ini pertumbuhan need tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran fasilitas pelayanan kesehatan. Diargumentasikan bahwa need terhadap pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari need terhadap kesehatannya sendiri, dengan didasari oleh pengalaman masa lalunya.
Teori ekonomi mikro tentang permintaan (demand) jasa pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa harga berbanding terbalik dengan jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan. Teori ini mengatakan bahwa jika jasa pelayanan kesehatan merupakan normal good, makin tinggi income keluarga maka makin besar demand terhadap jasa pelayanan kesehatan tersebut. Sebaliknya jika jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan inferior good, meningkatnya pendapatan keluarga akan menurunkan demand terhadap jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa itu need dalam pelayanan kesehatan ?
2.      Apa itu demand dalam pelayanan kesehatan ?

1.3 Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa itu need dalam pelayanan kesehatan
2.      Untuk mengetahui apa itu demand dalam pelayanan kesehatan













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Need Dalam Pelayanan Kesehatan
Need terhadap pelayanan kesehatan dapat didasari kepada pengertian tentang  merit goods. Margolis (1982) mengatakan merit goods ini adalah setiap bentuk pengeluaran masyarakat yang nampaknya secara umum dapat dipahami akan tetapi sulit untuk diperhitungkan dengan menggunakan  teori permintaan yang biasa. Diargumentasikan bahwa need terhadap pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari need terhadap kesehatannya sendiri, dengan didasari oleh pengalaman masa lalunya. Pembahasan mengenai need yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak seluruh need akan dapat dipenuhi, dengan demikian akan terdapat sebuah ranking need dalam pengertian ceteris paribus. Kita akan lebih memilih satu need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan manfaat yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun terbatas.
Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus ini pertumbuhan need tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran fasilitas pelayanan kesehatan. Konsep need merangkum beberapa penilaian efektifitas, potensi untuk mempertimbangkan berbagai cara untuk memenuhi need (dengan segala akibat yang ditimbulkannya) dan pengakuan akan adanya keterbatasan sumber daya serta dapat juga merupakan bentuk dasar bagi alokasi sumber daya. Pada umumnya akan lebih baik untuk memasukkan sekaligus need ketika melakukan pengujian beroperasinya suatu pelayanan kesehatan tertentu. Mengingat need dapat memberikan dasar yang cukup bagi pengambilan keputusan yang tepat. Alokasi sumber daya sektor kesehatan tetap kurang efisien tanpa adanya beberapa koreksi yang menyangkut, pertama penyatuan kesepakatan tentang benefits value yang sering masih berbeda antara satu orang dan yang kedua menyangkut informasi yang benar tentang segi biayanya. Bidang social policy pada umumnya dan pelayanan kesehatan khususnya masyarakat sering dikatakan berada dalam keadaan membutuhkan (in need), namun seringkali apa yang dimaksud dengan need tidak jelas. Spek dan Bradshaw telah mencoba untuk membuat suatu kerangka pikir tentang siapakah yang sebenarnya mengatakan (melakukan), tentang apa (bagi) siapa. Formula Spek melibatkan tiga kelompok yaitu masyarakat, ahli medis, dan perorangan untuk menjawab pertanyaan : ”Apakah seseorang itu sakit?” dan ”apakah seseorang itu sedang membutuhkan pelayanan umum?”. Dan pertanyaan ketiga mengenai : ”Apakah seseorang itu meminta pelayanan umum?”. Bradshaw mengatakan ada empat definisi yang berbeda mengenai need yang lazim digunakan oleh peneliti dan praktisi social policy, yaitu :
1.      Normative Need
            Terjadi manakala masyarakat memiliki standar pelayanan kesehatan yang berada di bawah definisi desirable oleh para ahli. (standar desirable disini bisa saja bervariasi antara satu ahli dengan yang lain).
2.      Felt Need
Terjadi manakala masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan, hal ini berkaitan dengan persepsi perorangan tentang pelayanan kesehatan, sehingga dengan jelas akan berbeda dengan persepsi orang lainnya.

3.      Expressed Need
Adalah need yang dirasakan tadi kemudian dikonversikan ke
dalam permintaan. Misalnya mencari pelayanan kesehatan ke dokter puskesmas (permintaan disini tidak harus selalu seperti apa yang didefinisikan oleh para ekonom yang mencakup persoalan wiilingness to pay dan ability to pay terhadap pelayanan kesehatan).



4.      Comparative Need
Terjadi manakala satu kelompok orang di masyarakat dengan  status kesehatan tertentu tidak mendapatkan pelayanan kesehatan sedangkan kelompok yang lain dengan status kesehatan yang identik itu ternyata mendapatkan pelayanan kesehatan. Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, karena merupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan yang ada dimasyarakat yang tercermin dari gambaran pola penyakit. Dengan demikian untuk menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dapat mengacu pada perkembangan pola penyakit di masyarakat.
Adapun tuntutan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, oleh karena itu pemenuhan terhadap tuntutan kesehatan sedikit pengaruhnya terhadap perubahan derajat kesehatan, karena sifatnya yang subjektif, maka tuntutan terhadap kesehatan  sangat dipengaruhi oleh status sosial masyarakat itu sendiri. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, maka banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perkembangan pelayanan kesehatan secara umum dipengaruhi oleh besar kecilnya kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan gambaran dari masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat tersebut.
Kebutuhan adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa yang dibedakan menjadi keinginan yang disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa dan keinginan yang tidak disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa. Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya, seringkali kesalahan atau penyebabnya karena faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Dan sering sekali melupakan faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit. Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan atau pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya) tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional (dukun dan sebagainya) yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang pertama. Itulah sebab rendahnya penggunaan puskesmas atau tidak digunakannya fasilitas-fasilitas pengobatan modern seperti puskesmas dengan ruang rawat inap. Menurut Anderson ada 3 faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu (1) mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2) adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada, (3) adanya kebutuhan pelayanan kesehatan. Menurut Alan Dever (1984) dalam ”Determinants of Health Services Utilization”, faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah :
a.       Faktor Sosiokultural yang terdiri dari :
1)      norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat, dan
2)      teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan.
b.      Faktor Organisasi yang terdiri dari :
1)  ketersediaan sumber daya. Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan.
2) keterjangkauan lokasi. Keterjangkauan lokasi berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan.
3)  keterjangkauan sosial. Dimana konsumen memperhitungkan sikap petugas kesehatan terhadap konsumen.
4) karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ada yang mempunyai struktur organisasi yang formal misalnya rumah sakit.
c.       Faktor Interaksi Konsumen-Petugas Kesehatan
1) Faktor yang berhubungan dengan konsumen. Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh :
(1) Faktor sosiodemografi, yaitu
umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi, (2) faktor sosio psikologis, yaitu persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter, (3) faktor epidemiologis, yaitu mortalitas, morbiditas, dan faktor resiko.

(2) Faktor yang berhubungan dengan petugas kesehatan yang terdiri dari :
1. Faktor ekonomi, yaitu adanya barang substitusi, serta adanya keterbatasan
pengetahuan konsumen tentang penyakit yang dideritanya.
2. Karakteristik dari petugas kesehatan yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dipunyai pelayanan kesehatan tersebut.

2.2 Demand Dalam Pelayanan Kesehatan
            Demand dalam pelayanan kesehatan adalah suatu keinginan, kebutuhan yang direalisasikan dengan tindakan dan mendapatkan pelayanan secara nyata. Ada 2 pendekatan yang dipergunakan untuk permintaan pelayanan kesehatan yaitu the agency relationship (supplier induced demand model) dan investment model menurut Grossman (1972a, 1972b). Perbedaan utama kedua pendekatan tersebut terletak dari asumsinya tentang posisi pasien dalam model demand. Pada pendekatan pertama peranan pasien amat kecil dibandingkan peranan ahli kesehatan atau dokter dalam membentuk demand pelayanan kesehatan. Grossman (1972) menyatakan bahwa pasien cukup memiliki informasi dan kebebasan dalam menentukan demand nya sendiri.
1 . Demand Menurut Model Agency Relationship
Hubungan antara need dengan demand merupakan sesuatu yang rumit dengan beberapa argumentasi sebagai berikut :
a. Sebagai individu semua orang sering mempunyai wants kesehatan yang lebih baik dari yang dimiliki saat ini.
b. Sebagian individu tidak melakukan apapun dengan wants tadi dan sebagian lagi secara aktif berusaha memperoleh pelayanan kesehatan misalnya secara rutin melakukan control ke dokter pribadi dan sebagainya.
c . Terkadang para dokter tidak sependapat tentang penilaian wants atau demand. Para dokter mengatakan bahwa beberapa wants atau demand kita tidak selalu membutuhkan perawatan. Atau ada beberapa aspek kesehatan yang lebih baik yang seharusnya lebih diperhatikan tapi luput dari perhatian kita. Sebenarnya justeru yang luput dari perhatian tersebutlah yang memerlukan perawatan.
Tentunya sumber dari demand adalah wants, meskipun tidak semua wants diwujudkan sebagai demand. Tentunya beberapa demand dan wants dinilai sebagai need tapi tidak semua need akan ditampung kedalam demand dan wants. Berarti ada sumber need yang sama sekali terpisah dari demand maupun wants tadi, maksudnya ahli kesehatan mungkin saja menentukan need tertentu yang tidak termasuk dalam demand maupun wants dengan demikian need mungkin saja yaitu : a . Demanded dan wanted
b . Undemanded dan wanted
c . Undemanded dan unwanted
Dari sudut pandang pasien demanded dan wanted need tampaknya memiliki nilai yang lebih tinggi daripada undemanded dan wanted need (dengan mengasumsikan bahwa ada wants yang berprioritas lebih tinggi akan tampak dinyatakan sebagai demand), tapi mungkin tidak demikian halnya menurut pandangan dokter. Menurut pandangan konsumen undemanded dan unwanted need nampaknya bernilai lebih rendah (bahkan bila memperhatikan kadar pengetahuannya saat ini mungkin keduanya sebenarnya tidak berarti sama sekali bagi konsumen) dibandingkan demanded, wanted need atau undemanded, wanted need. Apakah demand dan need dapat digabungkan? Salah satu cara untuk melakukan penggabungan adalah dengan pendekatan agency relationship ; dimana dalam pendekatan ini dokter bertindak sebagai agen bagi pasiennya yang kurang mempunyai informasi tentang segala sesuatu yang menyangkut pelayanan kesehatan. Kejadian ini tidak lain disebabkan oleh sifat komoditi pelayanan kesehatan yang akhirnya mengacu kepada situasi dimana dokterlah yang secara efektif sering bertindak untuk melakukan demanding. Agar hubungan tersebut beroperasi secara efisien, menurut Artells (1981) diperlukan tiga kelompok informasi yaitu sebagai berikut :



1 . Pengetahuan dasar tentang masalah medis
Yaitu suatu bentuk informasi yang pada dasarnya pasien tidak harus memilikinya. Informasi ini menyangkut pengetahuan khusus untuk melakukan penilaian status kesehatan dan mengidentifikasikan perawatan apa saja yang tersedia.
2 . Keterangan tentang keadaan pasien meliputi pengetahuan tentang simptom pasien, sejarah kesehatan dan keadaan lingkungan pasien sehingga memungkinkan dokter untuk menerapkan ilmu kedokterannya terhadap kasus yang sedang dialami pasiennya.
3 . Informasi tentang penilaian pasien sendiri tentang penyakit yang dideritanya termasuk preferensi pasien atas berbagai alternatif perawatan yang tersedia, sikapnya dalam menghadapi resiko dan penilaiannya atas kemungkinan trade off dari berbagai dimensi keadaan sehat. Intinya kita mencoba memperbaiki hitungan cost benefit yang harus dilakukan pasien. Pemilihan konsumsi biasanya akan memaksa konsumen terlebih dahulu membuat pertimbangan terhadap cost benefit dari pilihannya untuk kemudian melakukan pilihan yang sesuai dengan perhitungan tadi. Masalahnya dalam pelayanan kesehatan sering konsumen sebenarnya tidak menanggung semua biaya, salah satu penyebabnya karena adanya third party financing dan mungkin juga karena pasien tidak memperoleh informasi yang lengkap tentang biaya apa saja yang seharusnya ditanggung. Juga pasien kurang informasi tentang manfaat apa saja yang akan diperolehnya dari sekian banyak alternatif pilihan pelayanan kesehatan yang bisa dipilih. Dalam kondisi ini menyebabkan pasien tidak ingin untuk mengambil resiko akibat buruk dari keputusan yang diambilnya. Agency relationship kemudian bertindak sebagai proses untuk menggabungkan aspek beban biaya, dampak manfaat dan pengambilan keputusan dari perhitungan cost benefit.

2 . Demand Pelayanan Kesehatan Menurut Model Grossman
Penelitian Grossman (1972a, 1972b) menyatakan bahwa demand terhadap pelayanan kesehatan merupakan derivasi dari demand terhadap kesehatan itu sendiri, menurut terminologinya Becker (1965) kesehatan merupakan komoditi terpenting. Berdasarkan pengertian tersebut Grossman menyusun teori tingkah laku konsumen dalam human capital approach. Model Grossman mengasumsikan bahwa masing-masing individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi lainnya dalam rangka memutuskan status kesehatan yang optimal. Dalam hal ini konsumen diasumsikan mempunyai pengetahuan tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi status kesehatannya dan fungsi produksi yang mengkaitkan perbaikan kesehatan dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Sejalan dengan kerangka pikir teori keputusan investasi yang umum, diasumsikan bahwa setiap individu akan memaksimumkan fungsi utilitinya yang dibentuk dari flow jasa pelayanan kesehatan dan dari konsumsi barang lainnya untuk setiap tahun kehidupannya. Maksimisasi akan menyebabkan individu menyamakan the marginal return on the asset (kesehatan) dengan marginal costnya. Return kepada individu ke j disusun dari marginal physical return (aj) dan marginal monetary return (mj). Biaya kapital kesehatan adalah tingkat depresiasi (dj) (dikurangi dengan setiap tabungan yang timbul sebagai akibat
pembelian kesehatan saat ini, dengan menyadari bahwa pembelian kesehatan dimasa mendatang akan menyebabkan terjadinya kenaikan dalam marginal cost untuk setiap usaha perbaikan kesehatan) sehingga formulasi matematis untuk individu tertentu pada waktu I adalah : mj + aj = rj + dj ................... (1)
Sebenarnya Grossman melakukan pengujian konsumsi dan aspek-aspek investasi secara terpisah dengan fokus pada bagian investasi saja. Hasil pecuniary (mj) ditentukan oleh tiga komponen yaitu tingkat upah harian orang pada tahun ke i (wji) yang diukur dalam jumlah hari sehat yang dihasilkan oleh satu unit stok kesehatan (Gji) dan biaya marjinal dari gross investment dibidang kesehatan yang dibeli pada periode sebelumnya dan termasuk biaya waktu dan uang (Cji – 1) sehingga akan memberikan rate of return sebagai berikut :
WjiGji dan Cji – 1 = mji = rji + dji .............. (2)
Untuk setiap individu dengan status kesehatan tertentu akan selalu ada marginal product kesehatan G dengan kurva marginal efficiency kapital kesehatan yang menunjukkan hasil untuk masing-masing tingkat kesehatan (Wji Gji) / Cji – 1.
Grossman mendukung asumsi tersebut dengan menunjukkan bahwa return terhadap kesehatan diukur dengan hari sehari (healty days) yakni 365 hari per tahunnya. Return tersebut akan bisa menjawab persoalan disability akan tetapi tidak akan bisa menjawab persoalan debility menurut Cullis JG and West PA (1979). Debility sebenarnya akan mempengaruhi tingkat upah tapi permasalahan ini secara eksplisit diperdebatkan dalam model Grossman. Implikasi asumsi Grossman dari persamaan bahwa peningkatan depresiasi menyebabkan konsumen memilih stok kesehatan yang lebih rendah dalam rangka meningkatkan produk marjinal kesehatan juga menyamakan hasil marjinal dengan biaya yang lebih tinggi. Depresiasi kesehatan yang diketahui sudah cenderung naik, model Grossman mengatakan bahwa seseorang akan memilih status kesehatan yang lebih rendah setiap tahun berurutan successive year. Hal ini akan mendorong seseorang terpaksa harus memilih usia hidupnya sendiri ; mengingat stok kesehatannya yang optimal akhirnya akan turun sampai dibawah life supporting minimal yang diperlukan, bila hal ini sudah tercapai berarti seseorang akan mati.
Demand pelayanan kesehatan diderivasikan dari suatu demand terhadap stok kesehatan yang optimal dimasing-masing periode, dengan memperhatikan stok kesehatan saat ini, depresiasi dan investasi pelayanan kesehatan merupakan determinan stok kesehatan dimasa mendatang. Stok kesehatan dan flow gross invesment tidak harus terkait antara satu dengan yang lain. Menurunnya stok kesehatan disetiap waktu tidak harus dikaitkan dengan menurunnya konsumsi pelayanan kesehatan dimasing-masing tahun yang bersangkutan. Tingkat depresiasi yang naik akan mengurangi peningkatan netto kesehatan yang diperoleh dari satu unit gross investment pelayanan kesehatan. Artinya tambahan kesehatan yang terjadi tergantung kepada tingkat depresiasi mengingat gross investment pun pada akhirnya juga akan menghasilkan stok dan investasi netto yang semakin berkurang. Hubungan yang tepat antara faktor usia dan konsumsi pelayanan kesehatan tergantung kepada elastisitas permintaan kesehatan. Demand ini akan sangat tidak elastis bila produk marjinal kesehatan naik secara cepat sejalan dengan menurunnya status kesehatan. Pengaruh tingkat upah terhadap stok kesehatan dan demand pelayanan kesehatan terdiri dari dua unsur. Produk marjinal kesehatan dihitung dari healthy days jelas akan lebih berharga pada tingkat upah yang lebih tinggi. Tapi waktu milik konsumen juga merupakan
input bagi pelayanan kesehatan. Dengan asumsi waktu bukan merupakan satu-satunya input bagi pelayanan kesehatan maka persentase kenaikan upah akan melampaui kenaikan biaya perunit dan return kepada kesehatan akan naik disetiap level stok kesehatan. Pengaruh upah yang meningkat tergantung pada elastisitas permintaan kesehatan dan porsi biaya waktu dalam total biaya per unit pelayanan kesehatan. Tapi karena penambahan kesehatan yang diperoleh dari satu unit gross investment pelayanan kesehatan tidak dipengaruhi oleh kenaikan upah maka permintaan pelayanan kesehatan akan naik atau dalam kasus yang ekstrim mungkin saja tetap sejalan dengan naiknya tingkat upah. Sebenarnya model human capital kecil implikasinya bagi public policy dalam rangka memperbaiki efisiensi atau pemerataan pelayanan kesehatan. Sebab konsumen dianggap mampu melakukan pilihan yang efisien dalam rangka memaksimalkan utilitynya. Pelayanan kesehatan akan meningkat sejalan dengan naiknya pendapatan. Juga mengingat pilihan konsumen sudah efisien maka pengukuran income support akan menyebabkan tercapainya tingkat pemerataan yang diinginkan. Dowie (1975) mengemukakan bahwa public policy yang dapat ditunjukkan oleh model pendekatan Grossman perlunya penyediaan informasi kesehatan yang memadai bagi konsumen dan sekaligus para penyedia pelayanan kesehatan tentang pengaruh masing-masing input pelayanan kesehatan juga tentang efisiensi dari
mengkombinasikan input kesehatan yang diinginkan.














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada prakteknya ada empat definisi berbeda tentang need yang lazimnya dipergunakan oleh peneliti dan praktisi social policy yang berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan tapi juga dapat dipergunakan diberbagai aspek sosial lainnya yakni normative need, felt need, expressed need dan comparative need. Keempat definisi ini saling terkait dan dapat digunakan untuk membentuk 12 kemungkinan kombinasi bentuk need. Bila +1 menunjukkan adanya need dan -1 menunjukkan tidak adanya need untuk definisi 1 dan seterusnya maka -1,+2, +3 dan +4 berarti bahwa individu memperoleh pelayanan kesehatan meskipun menurut pemikiran para ahli tidak perlu akan tetapi dikehendaki (wanted), diminta (needed) oleh individu dan juga diterima oleh yang lainnya pada kondisi sejenis. Need adalah sesuatu yang potensial untuk penurunan status kesehatan dan sesuatu yang potensial bagi perbaikan status kesehatan di atas level yang mungkin tidak akan diperoleh jika tidak memperbaiki masalah need tersebut. Sumber dari demand adalah wants meskipun tidak semua wants diwujudkan sebagai demand. Beberapa demand dan wants dinilai sebagai need tapi tidak semua need akan ditampung ke dalam demand dan wants. Berarti ada sumber need yang sama sekali terpisah dari demand maupun wants.

3.2 Saran
                    Kiranya makalah ini bisa berguna bagi siapa saja yang membaca makalah ini, dan biarlah untuk setiap pelayanan kesehatan dapat memenuhi need dan demand bagi masyarakat (pasien) agar dapat meningkatkan kesehatan yang ada di Negara kita Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA

Tjiptoherijanto, soesetyo, 2008. Ekonomi Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar