BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada
dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya
standar hidup seseorang. Status kesehatan yang baik dibutuhkan oleh manusia
untuk menopang semua aktivitas hidup. Setiap individu akan berusaha mencapai
status kesehatan tersebut dengan menginvestasikan dan atau mengkonsumsi
sejumlah barang dan jasa kesehatan. Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang
baik tersebut dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula.
Need terhadap pelayanan kesehatan
dapat didasari kepada pengertian tentang merit goods. Pembahasan mengenai need yang
perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak seluruh need akan dapat dipenuhi,
dengan demikian akan terdapat sebuah ranking need dalam pengertian ceteris paribus.
Kita akan lebih memilih satu need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila
need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan
fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan
manfaat yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun
terbatas. Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh
bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus ini pertumbuhan need tersebut
akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran fasilitas
pelayanan kesehatan. Diargumentasikan bahwa need terhadap pelayanan kesehatan
merupakan fungsi dari need terhadap kesehatannya sendiri, dengan didasari oleh
pengalaman masa lalunya.
Teori
ekonomi mikro tentang permintaan (demand)
jasa pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa harga berbanding terbalik dengan
jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan. Teori ini mengatakan bahwa jika
jasa pelayanan kesehatan merupakan normal
good, makin tinggi income
keluarga maka makin besar demand
terhadap jasa pelayanan kesehatan tersebut. Sebaliknya jika jenis jasa
pelayanan kesehatan tersebut merupakan inferior
good, meningkatnya pendapatan
keluarga akan menurunkan demand
terhadap jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
itu need dalam pelayanan kesehatan ?
2. Apa
itu demand dalam pelayanan kesehatan ?
1.3
Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui apa itu need dalam pelayanan kesehatan
2. Untuk
mengetahui apa itu demand dalam pelayanan kesehatan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Need Dalam Pelayanan Kesehatan
Need terhadap pelayanan kesehatan
dapat didasari kepada pengertian tentang merit goods. Margolis (1982) mengatakan merit
goods ini adalah setiap bentuk pengeluaran masyarakat yang nampaknya secara
umum dapat dipahami akan tetapi sulit untuk diperhitungkan dengan menggunakan teori permintaan yang biasa. Diargumentasikan
bahwa need terhadap pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari need terhadap
kesehatannya sendiri, dengan didasari oleh pengalaman masa lalunya. Pembahasan
mengenai need yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak seluruh need akan
dapat dipenuhi, dengan demikian akan terdapat sebuah ranking need
dalam pengertian ceteris paribus.
Kita akan lebih memilih satu need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila
need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan
fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan
manfaat yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun
terbatas.
Need adalah sesuatu yang dinamis dan
cenderung untuk terus tumbuh bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus
ini pertumbuhan need tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari
perkembangan penawaran fasilitas pelayanan kesehatan. Konsep need merangkum
beberapa penilaian efektifitas, potensi untuk mempertimbangkan berbagai cara
untuk memenuhi need (dengan segala akibat yang ditimbulkannya) dan pengakuan
akan adanya keterbatasan sumber daya serta dapat juga merupakan bentuk dasar
bagi alokasi sumber daya. Pada umumnya akan lebih baik untuk memasukkan sekaligus
need ketika melakukan pengujian beroperasinya suatu pelayanan kesehatan
tertentu. Mengingat need dapat memberikan dasar yang cukup bagi pengambilan
keputusan yang tepat. Alokasi sumber daya sektor kesehatan tetap kurang efisien
tanpa adanya beberapa koreksi yang menyangkut, pertama penyatuan kesepakatan
tentang benefits value yang sering masih berbeda antara satu orang dan yang
kedua menyangkut informasi yang benar tentang segi biayanya. Bidang social
policy pada umumnya dan pelayanan kesehatan khususnya masyarakat sering
dikatakan berada dalam keadaan membutuhkan (in need), namun seringkali apa yang
dimaksud dengan need tidak jelas. Spek dan Bradshaw telah mencoba untuk membuat
suatu kerangka pikir tentang siapakah yang sebenarnya mengatakan (melakukan),
tentang apa (bagi) siapa. Formula Spek melibatkan tiga kelompok yaitu
masyarakat, ahli medis, dan perorangan untuk menjawab pertanyaan : ”Apakah
seseorang itu sakit?” dan ”apakah seseorang itu sedang membutuhkan pelayanan
umum?”. Dan pertanyaan ketiga mengenai : ”Apakah seseorang itu meminta
pelayanan umum?”. Bradshaw mengatakan ada empat definisi yang berbeda mengenai
need yang lazim digunakan oleh peneliti dan praktisi social policy, yaitu :
1. Normative Need
Terjadi manakala masyarakat memiliki
standar pelayanan kesehatan yang berada di bawah definisi desirable
oleh para ahli. (standar desirable
disini bisa saja bervariasi antara
satu ahli dengan yang lain).
2.
Felt
Need
Terjadi manakala masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan,
hal ini berkaitan dengan persepsi perorangan tentang pelayanan kesehatan,
sehingga dengan jelas akan berbeda dengan persepsi orang lainnya.
3.
Expressed
Need
Adalah need yang dirasakan tadi kemudian dikonversikan ke
dalam
permintaan. Misalnya mencari pelayanan kesehatan ke dokter puskesmas
(permintaan disini tidak harus selalu seperti apa yang didefinisikan oleh para
ekonom yang mencakup persoalan wiilingness to pay dan ability to pay terhadap
pelayanan kesehatan).
4.
Comparative
Need
Terjadi manakala satu kelompok orang di masyarakat
dengan status kesehatan tertentu tidak
mendapatkan pelayanan kesehatan sedangkan kelompok yang lain dengan status
kesehatan yang identik itu ternyata mendapatkan pelayanan kesehatan. Kebutuhan
seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, karena
merupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan yang ada dimasyarakat yang
tercermin dari gambaran pola penyakit. Dengan demikian untuk menentukan
perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dapat mengacu pada
perkembangan pola penyakit di masyarakat.
Adapun tuntutan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif,
oleh karena itu pemenuhan terhadap tuntutan kesehatan sedikit pengaruhnya
terhadap perubahan derajat kesehatan, karena sifatnya yang subjektif, maka
tuntutan terhadap kesehatan sangat
dipengaruhi oleh status sosial masyarakat itu sendiri. Untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, maka banyak hal yang perlu
diperhatikan diantaranya adalah kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat,
sehingga perkembangan pelayanan kesehatan secara umum dipengaruhi oleh besar
kecilnya kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan
gambaran dari masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat tersebut.
Kebutuhan adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan
mengkonsumsi barang dan jasa yang dibedakan menjadi keinginan yang disertai
kemampuan untuk membeli barang dan jasa dan keinginan yang tidak disertai
kemampuan untuk membeli barang dan jasa. Rendahnya pemanfaatan fasilitas
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya, seringkali kesalahan
atau penyebabnya karena faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan
masyarakat yang terlalu jauh (baik secara fisik maupun secara sosial), tarif
yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Dan sering sekali
melupakan faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit.
Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat
membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan atau
pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini
bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan
modern (puskesmas dan sebagainya) tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional
(dukun dan sebagainya) yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang
pertama. Itulah sebab rendahnya penggunaan puskesmas atau tidak digunakannya
fasilitas-fasilitas pengobatan modern seperti puskesmas dengan ruang rawat
inap. Menurut Anderson ada 3 faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan
kesehatan yaitu (1) mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2)
adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada, (3)
adanya kebutuhan pelayanan kesehatan. Menurut Alan Dever (1984) dalam
”Determinants of Health Services Utilization”, faktor-faktor yang memengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan adalah :
a.
Faktor
Sosiokultural yang terdiri dari :
1) norma dan nilai sosial yang ada di
masyarakat, dan
2) teknologi yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan.
b.
Faktor
Organisasi yang terdiri dari :
1) ketersediaan
sumber daya. Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan
kualitas, sangat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan.
2) keterjangkauan lokasi. Keterjangkauan lokasi berkaitan
dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan
jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan.
3) keterjangkauan
sosial. Dimana konsumen memperhitungkan sikap petugas kesehatan terhadap konsumen.
4) karakteristik struktur organisasi formal dan cara
pemberian pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ada yang mempunyai struktur
organisasi yang formal misalnya rumah sakit.
c.
Faktor
Interaksi Konsumen-Petugas Kesehatan
1) Faktor
yang berhubungan dengan konsumen. Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang
dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan
pelayanan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh :
(1)
Faktor sosiodemografi, yaitu
umur,
sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi,
(2) faktor sosio psikologis, yaitu persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan
terhadap perawatan medis atau dokter, (3) faktor epidemiologis, yaitu
mortalitas, morbiditas, dan faktor resiko.
(2)
Faktor yang berhubungan dengan petugas kesehatan yang terdiri dari :
1.
Faktor ekonomi, yaitu adanya barang substitusi, serta adanya keterbatasan
pengetahuan
konsumen tentang penyakit yang dideritanya.
2.
Karakteristik dari petugas kesehatan yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap
petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dipunyai pelayanan kesehatan
tersebut.
2.2 Demand Dalam Pelayanan Kesehatan
Demand
dalam pelayanan kesehatan adalah suatu keinginan, kebutuhan yang direalisasikan
dengan tindakan dan mendapatkan pelayanan secara nyata. Ada
2 pendekatan yang dipergunakan untuk permintaan pelayanan kesehatan yaitu the agency relationship (supplier induced
demand model) dan investment
model menurut Grossman
(1972a, 1972b). Perbedaan utama kedua pendekatan tersebut terletak dari asumsinya tentang posisi pasien dalam
model demand. Pada pendekatan
pertama peranan pasien amat
kecil dibandingkan peranan ahli kesehatan atau dokter dalam membentuk demand pelayanan kesehatan. Grossman
(1972) menyatakan bahwa pasien cukup memiliki informasi dan kebebasan dalam menentukan demand nya sendiri.
1 . Demand Menurut Model Agency Relationship
Hubungan
antara need dengan demand merupakan sesuatu yang rumit dengan beberapa
argumentasi sebagai berikut :
a.
Sebagai individu semua orang sering mempunyai wants kesehatan yang lebih baik dari yang dimiliki saat ini.
b.
Sebagian individu tidak melakukan apapun dengan wants tadi dan sebagian lagi secara aktif berusaha memperoleh
pelayanan kesehatan misalnya secara rutin melakukan control ke dokter pribadi
dan sebagainya.
c
. Terkadang para dokter tidak sependapat tentang penilaian wants atau demand. Para dokter mengatakan bahwa beberapa wants atau demand kita tidak selalu membutuhkan perawatan. Atau ada beberapa
aspek kesehatan yang lebih baik yang seharusnya lebih diperhatikan tapi luput
dari perhatian kita. Sebenarnya justeru yang luput dari perhatian tersebutlah
yang memerlukan perawatan.
Tentunya sumber dari demand adalah wants, meskipun
tidak semua wants diwujudkan
sebagai demand. Tentunya
beberapa demand dan wants dinilai sebagai need tapi tidak semua need akan ditampung kedalam demand dan wants. Berarti ada sumber need
yang sama sekali terpisah dari demand
maupun wants tadi,
maksudnya ahli kesehatan mungkin saja menentukan need tertentu yang tidak termasuk dalam demand maupun wants dengan
demikian need mungkin
saja yaitu : a . Demanded dan wanted
b . Undemanded dan
wanted
c . Undemanded dan unwanted
Dari
sudut pandang pasien demanded dan
wanted need tampaknya memiliki
nilai yang lebih tinggi daripada undemanded
dan wanted need (dengan
mengasumsikan bahwa ada wants yang
berprioritas lebih tinggi akan tampak dinyatakan sebagai demand), tapi mungkin tidak demikian
halnya menurut pandangan dokter. Menurut pandangan konsumen undemanded dan unwanted need nampaknya bernilai lebih rendah (bahkan bila
memperhatikan kadar pengetahuannya saat ini mungkin keduanya sebenarnya tidak
berarti sama sekali bagi konsumen) dibandingkan demanded, wanted need atau undemanded,
wanted need. Apakah demand dan
need dapat digabungkan? Salah
satu cara untuk melakukan penggabungan adalah dengan pendekatan agency relationship ; dimana dalam
pendekatan ini dokter bertindak sebagai agen bagi pasiennya yang kurang
mempunyai informasi tentang segala sesuatu yang menyangkut pelayanan kesehatan.
Kejadian ini tidak lain disebabkan oleh sifat komoditi pelayanan kesehatan yang
akhirnya mengacu kepada situasi dimana dokterlah yang secara efektif sering
bertindak untuk melakukan demanding.
Agar hubungan tersebut beroperasi secara efisien, menurut Artells (1981)
diperlukan tiga kelompok informasi yaitu sebagai berikut :
1
. Pengetahuan dasar tentang masalah medis
Yaitu
suatu bentuk informasi yang pada dasarnya pasien tidak harus memilikinya.
Informasi ini menyangkut pengetahuan khusus untuk melakukan penilaian status
kesehatan dan mengidentifikasikan perawatan apa saja yang tersedia.
2
. Keterangan tentang keadaan pasien meliputi pengetahuan tentang simptom
pasien, sejarah kesehatan dan keadaan lingkungan pasien sehingga memungkinkan
dokter untuk menerapkan ilmu kedokterannya terhadap kasus yang sedang dialami
pasiennya.
3
. Informasi tentang penilaian pasien sendiri tentang penyakit yang dideritanya
termasuk preferensi pasien atas berbagai alternatif perawatan yang tersedia,
sikapnya dalam menghadapi resiko dan penilaiannya atas kemungkinan trade off dari berbagai dimensi
keadaan sehat. Intinya kita mencoba memperbaiki hitungan cost benefit yang harus dilakukan
pasien. Pemilihan konsumsi biasanya akan memaksa konsumen terlebih dahulu
membuat pertimbangan terhadap cost
benefit dari pilihannya untuk kemudian melakukan pilihan yang sesuai
dengan perhitungan tadi. Masalahnya dalam pelayanan kesehatan sering konsumen
sebenarnya tidak menanggung semua biaya, salah satu penyebabnya karena adanya third party financing dan mungkin juga karena pasien tidak memperoleh
informasi yang lengkap tentang biaya apa saja yang seharusnya ditanggung. Juga
pasien kurang informasi tentang manfaat apa saja yang akan diperolehnya dari
sekian banyak alternatif pilihan pelayanan kesehatan yang bisa dipilih. Dalam
kondisi ini menyebabkan pasien tidak ingin untuk mengambil resiko akibat buruk
dari keputusan yang diambilnya. Agency
relationship kemudian bertindak sebagai proses untuk menggabungkan aspek
beban biaya, dampak manfaat dan
pengambilan keputusan dari perhitungan cost
benefit.
2 . Demand Pelayanan Kesehatan Menurut Model
Grossman
Penelitian Grossman (1972a, 1972b) menyatakan bahwa
demand terhadap pelayanan kesehatan merupakan derivasi dari demand terhadap kesehatan itu sendiri,
menurut terminologinya Becker (1965) kesehatan merupakan komoditi terpenting.
Berdasarkan pengertian tersebut Grossman menyusun teori tingkah laku konsumen
dalam human capital approach. Model Grossman mengasumsikan
bahwa masing-masing individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk
kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi lainnya dalam
rangka memutuskan status kesehatan yang optimal. Dalam hal ini konsumen diasumsikan
mempunyai pengetahuan tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi
status kesehatannya dan fungsi produksi yang mengkaitkan perbaikan kesehatan
dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Sejalan dengan kerangka pikir
teori keputusan investasi yang umum, diasumsikan bahwa setiap individu akan memaksimumkan
fungsi utilitinya yang dibentuk dari flow jasa pelayanan kesehatan dan dari
konsumsi barang lainnya untuk setiap tahun kehidupannya. Maksimisasi akan
menyebabkan individu menyamakan the
marginal return on the asset (kesehatan) dengan marginal costnya. Return kepada
individu ke j disusun dari marginal physical
return (aj) dan marginal
monetary return (mj). Biaya kapital kesehatan adalah tingkat depresiasi (dj) (dikurangi
dengan setiap tabungan yang timbul sebagai akibat
pembelian
kesehatan saat ini, dengan menyadari bahwa pembelian kesehatan dimasa mendatang
akan menyebabkan terjadinya kenaikan dalam marginal cost untuk setiap usaha perbaikan kesehatan) sehingga
formulasi matematis untuk individu tertentu pada waktu I adalah : mj + aj = rj
+ dj ................... (1)
Sebenarnya Grossman melakukan pengujian konsumsi dan
aspek-aspek investasi secara terpisah dengan fokus pada bagian investasi saja.
Hasil pecuniary (mj) ditentukan
oleh tiga komponen yaitu tingkat upah harian orang pada tahun ke i (wji) yang
diukur dalam jumlah hari sehat yang dihasilkan oleh satu unit stok kesehatan
(Gji) dan biaya marjinal dari gross
investment dibidang kesehatan
yang dibeli pada periode sebelumnya dan termasuk biaya waktu dan uang (Cji – 1)
sehingga akan memberikan rate of return
sebagai berikut :
WjiGji dan Cji – 1 = mji = rji + dji ..............
(2)
Untuk
setiap individu dengan status kesehatan tertentu akan selalu ada marginal product kesehatan G dengan
kurva marginal efficiency kapital
kesehatan yang menunjukkan hasil untuk
masing-masing tingkat kesehatan (Wji Gji) / Cji – 1.
Grossman
mendukung asumsi tersebut dengan menunjukkan bahwa return terhadap kesehatan diukur dengan hari sehari (healty days) yakni 365 hari per
tahunnya. Return tersebut akan
bisa menjawab persoalan disability akan
tetapi tidak akan bisa menjawab persoalan debility menurut Cullis JG and West PA (1979). Debility sebenarnya akan mempengaruhi
tingkat upah tapi permasalahan ini secara eksplisit diperdebatkan dalam model
Grossman. Implikasi asumsi Grossman dari persamaan bahwa peningkatan depresiasi
menyebabkan konsumen memilih stok kesehatan yang lebih rendah dalam rangka
meningkatkan produk marjinal kesehatan juga menyamakan hasil marjinal dengan
biaya yang lebih tinggi. Depresiasi kesehatan yang diketahui sudah cenderung
naik, model Grossman mengatakan bahwa seseorang akan memilih status kesehatan
yang lebih rendah setiap tahun berurutan successive year. Hal ini akan mendorong seseorang terpaksa harus
memilih usia hidupnya sendiri ; mengingat stok kesehatannya yang optimal
akhirnya akan turun sampai dibawah life
supporting minimal yang diperlukan, bila hal ini sudah tercapai berarti
seseorang akan mati.
Demand pelayanan
kesehatan diderivasikan dari suatu demand
terhadap stok kesehatan yang optimal dimasing-masing periode, dengan
memperhatikan stok kesehatan saat ini, depresiasi dan investasi pelayanan
kesehatan merupakan determinan stok kesehatan dimasa mendatang. Stok kesehatan
dan flow gross invesment tidak
harus terkait antara satu dengan yang lain. Menurunnya stok kesehatan disetiap
waktu tidak harus dikaitkan dengan menurunnya konsumsi pelayanan kesehatan
dimasing-masing tahun yang bersangkutan. Tingkat depresiasi yang naik akan
mengurangi peningkatan netto kesehatan yang diperoleh dari satu unit gross investment pelayanan kesehatan.
Artinya tambahan kesehatan yang terjadi tergantung kepada tingkat depresiasi
mengingat gross investment pun
pada akhirnya juga akan menghasilkan stok dan investasi netto yang semakin
berkurang. Hubungan yang tepat antara faktor usia dan konsumsi pelayanan
kesehatan tergantung kepada elastisitas permintaan kesehatan. Demand ini akan sangat tidak elastis
bila produk marjinal kesehatan naik secara cepat sejalan dengan menurunnya
status kesehatan. Pengaruh tingkat upah terhadap stok kesehatan dan demand pelayanan kesehatan terdiri
dari dua unsur. Produk marjinal kesehatan dihitung dari healthy days jelas akan lebih berharga pada tingkat upah yang
lebih tinggi. Tapi waktu milik konsumen juga merupakan
input
bagi pelayanan kesehatan. Dengan asumsi waktu bukan merupakan satu-satunya
input bagi pelayanan kesehatan maka persentase kenaikan upah akan melampaui
kenaikan biaya perunit dan return kepada
kesehatan akan naik disetiap level stok kesehatan. Pengaruh upah yang meningkat
tergantung pada elastisitas permintaan kesehatan dan porsi biaya waktu dalam
total biaya per unit pelayanan kesehatan. Tapi karena penambahan kesehatan yang
diperoleh dari satu unit gross
investment pelayanan kesehatan tidak dipengaruhi oleh kenaikan upah maka
permintaan pelayanan kesehatan akan naik atau dalam kasus yang ekstrim mungkin
saja tetap sejalan dengan naiknya tingkat upah. Sebenarnya model human capital kecil implikasinya bagi public policy dalam rangka memperbaiki
efisiensi atau pemerataan pelayanan kesehatan. Sebab konsumen dianggap mampu
melakukan pilihan yang efisien dalam rangka memaksimalkan utilitynya. Pelayanan
kesehatan akan meningkat sejalan dengan naiknya pendapatan. Juga mengingat
pilihan konsumen sudah efisien maka pengukuran income support akan menyebabkan tercapainya tingkat pemerataan
yang diinginkan. Dowie (1975) mengemukakan bahwa public policy yang dapat ditunjukkan oleh model pendekatan
Grossman perlunya penyediaan informasi kesehatan yang memadai bagi konsumen dan
sekaligus para penyedia pelayanan kesehatan tentang pengaruh masing-masing
input pelayanan kesehatan juga tentang efisiensi dari
mengkombinasikan
input kesehatan yang diinginkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada prakteknya ada empat definisi berbeda tentang need yang lazimnya dipergunakan oleh
peneliti dan praktisi social policy yang
berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan tapi juga dapat dipergunakan
diberbagai aspek sosial lainnya yakni normative
need, felt need, expressed need dan
comparative need. Keempat
definisi ini saling terkait dan dapat digunakan untuk membentuk 12 kemungkinan
kombinasi bentuk need. Bila +1
menunjukkan adanya need dan -1
menunjukkan tidak adanya need untuk
definisi 1 dan seterusnya maka -1,+2, +3 dan +4 berarti bahwa individu
memperoleh pelayanan kesehatan meskipun menurut pemikiran para ahli tidak perlu
akan tetapi dikehendaki (wanted), diminta
(needed) oleh individu dan juga
diterima oleh yang lainnya pada kondisi sejenis. Need adalah sesuatu yang potensial untuk penurunan status
kesehatan dan sesuatu yang potensial bagi perbaikan status kesehatan di atas
level yang mungkin tidak akan diperoleh jika tidak memperbaiki masalah need tersebut. Sumber dari demand adalah wants meskipun tidak semua wants
diwujudkan sebagai demand.
Beberapa demand dan wants dinilai sebagai need tapi tidak semua need akan ditampung ke dalam demand dan wants. Berarti ada sumber need yang sama sekali terpisah dari demand maupun wants.
3.2 Saran
Kiranya makalah ini bisa
berguna bagi siapa saja yang membaca makalah ini, dan biarlah untuk setiap pelayanan
kesehatan dapat memenuhi need dan demand bagi masyarakat (pasien) agar dapat
meningkatkan kesehatan yang ada di Negara kita Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tjiptoherijanto,
soesetyo, 2008. Ekonomi Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar