Selasa, 22 November 2016

pembangunan ekonomi terhadap derajat kesehatan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kesehatan umumnya sudah menjadi tujuan utama dan merupakan hasil suatu pembangunan, namun peran investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan masih kurang mendapat perhatian. Hubungan antara kesehatan, ekonomi, dan pembangunan dapat dilihat pada tingkat rumah tangga dan masyarakat. Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari angkatan  kerja masih bekerja secara manual. Pembangunan itu sangat erat sekali hubungannya dengan kesehatan yaitu seberapa besar anggaran yang ditujukan untuk kesehatan itu bisa memadai serta bagaimana anggaran tersebut bisa dialokasikan dengan tepat untuk pembangunan pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Indonesia adalah salah satu negara dari sedikit negara-negara di dunia, yang belum memiliki sistem pembiayaan yang mantap. Pembiayaan kesehatan sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, terhadap beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada. Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal biasa dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sektor prioritas, juga karena kesehatan sebagai sektor prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini.
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih  luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996). Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dewasa ini, pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui SKN sebagai pengelolaan kesehatan yang disertai berbagai terobosan penting, antara lain program pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang dapat diwujudkan melalui Jampersal.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaruh pembangunan ekonomi terhadap derajat kesehatan ?
2.      Apa saja kaitan dasar ekonomi kesehatan terhadap pembangunan ?
3.      Apa definisi pembiayaan kesehatan, macam biaya kesehatan ?
4.      Bagaimana perkembangan sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia ?
5.      Apa pengertian dari Sistem Kesehatan Nasional, tujuan sistem kesehatan nasional, dan manfaat sistem kesehatan nasional ?
6.      Apa saja asas sistem kesehatan nasional ?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk  mengetahui bagaimana pengaruh pembangunan ekonomi terhadap derajat kesehatan
2.      Untuk mengetahui apa saja katan dasar ekonomi kesehatan terhadap pembangunan
3.      Untuk mengetahui pengertian pembiayaan kesehatan, macam kesehatan serta syarat pokok dan fungsi kesehatan
4.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia
5.      Untuk mengetahui pengertian dari sistem kesehatan nasional, tujuan sistem kesehatan nasioanal. Dan manfaat sistem kesehatan nasional
6.      Untuk mengetahui asas sistem kesehatan nasional






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Pembangunan Ekonomi Terhadap Derajat Kesehatan
Laporan Komisi, menganalisis berbagai hubungan keterkaitan antara kesehatan dengan pembangunan ekonomi yang dapat diterangkan  melalui berbagai mekanisme dan dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Berikut ini akan diuraikan pembahasan terhadap enam fokus area, yaitu pertama, kesehatan dan pembangunan, kedua, kesehatan dan kemiskinan, ketiga, memilih  intervensi untuk kesehatan yang lebih baik,  keempat Menilai Status Kesehatan Penduduk, kelima, Peningkatan Biaya Kesehatan dan yang keenam, Menghilangkan Hambatan Non-Biaya Untuk Pelayanan Kesehatan

1.      Kesehatan dan Pembangunan
Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari angkatan  kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia sebagai contoh, tenaga kerja laki-laki yang menderita anemia menyebabkan 20% kurang produktif jika dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki yang tidak menderita anemia. Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan  belajar lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat, pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak sehat. Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah besar membuktikan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi di Inggris selama revolusi industri, Jepang dan Amerika Selatan pada awal abad ke-20,  dan  pembangunan di Eropa Selatan dan Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an dan tahun 1960-an. Informasi yang paling mengagumkan adalah penelusuran sejarah yang dilakukan oleh Prof. Robert Fogel, yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori untuk bekerja, selama 200 tahun yang lalu mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita seperti terjadi di Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja dan pemberian kalori yang cukup, Fogel memperkirakan bahwa perbaikan gizi memberikan kontribusi sebanyak 30% terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita di Inggris. Bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi kesehatan dan pendidikan yang rendah, mengahadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan  berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan pendidikannya. Terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10% dari angka harapan hidup (AHH) waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal 0.3–0.4% pertahun, jika faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetap. Dengan demikian,  perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara maju yang mempunyai AHH tinggi (77 tahun) dengan negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah (49 tahun) adalah sekitar 1.6%, dan pengaruh ini akan  terakumulasi terus menerus. Pkesejahteraan ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peranan kesehatan diantara berbagai faktor pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dalam Diagram 1 dibawah ini. Dalam diagram tersebut dapat dilihat, pembangunan ekonomi disatu fihak, merupakan fungsi dari kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi, pemerintahan yang baik, dan penyediaan pelayanan publik), dan faktor masukan (sumber daya manusia, teknologi, dan modal perusahaan) dilain fihak. Kesehatan mempunyai peranan ekonomi yang sangat kuat terhadap sumber daya manusia dan modal perusahaan melalui berbagai mekanisme. Kesehatan yang buruk akan memberikan pengaruh buruk terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini antara lain terjadi di sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Beban berat yang diakibatkan oleh penyakit dan pengaruh gandanya terhadap produktivitas, kependudukan, dan pendidikan mempunyai peranan dalam kinerja ekonomi yang buruk dan kronis di negara-negara Afrika. Studi terbaru yang dilakukan oleh Bloom dan Sachs, menemukan bahwa lebih dari setengahnya dari keterbelakangan pertumbuhan di negara-negara Afrika jika dibandingkan dengan dengan negara-negara di Asia Timur, secara statistik dapat diterangkan oleh beban berat akibat penyakit, kependudukan, dan geografis jika dibandingkan dengan variabel-variabel tradisional dari ekonomi makro dan politik pemerintahan. Sebagai contoh, tingginya angka prevalensi penyakit malaria menunjukkan hubungan yang erat dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen atau lebih setiap tahunnya.

2. Kesehatan dan Kemiskinan
            Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat dalam Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yang membagi keadaan kesehatan antara kelompok penduduk berpenghasilan tinggi dan rendah pada negara-negara tertentu. Sebagai contoh, tingkat kematian anak pada quantil termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan  empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian pada quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan untuk menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi dari kebijakan mengurangi kemiskinan.  Komitmen global untuk meningkatkan status kesehatan secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs). Tujuan pembangunan milenium tersebut antara lain: (1) menurunkan angka kematian anak sebesar  dua pertiganya pada tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; (2) menurunkan angka kematian ibu melahirkan sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015 dari keadaan 1990; dan (3) menahan peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan penyakit utama lainnya pada tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan dengan investasi di bidang kesehatan. Konsekuensi ekonomi jika terjadi serangan penyakit pada anggota keluarga  merupakan bencana jika untuk biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan keluarga jatuh kedalam kemiskinan, dan jika tidak bisa keluar dari hal ini akan mengganggu tingkat kesejahteraan seluruh anggota keluarga bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh yang merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya pendapatan, menurunnya angka harapan hidup, dan menurunya kesejahteraan psikologis.

3.      Memilih  Intervensi Untuk Kesehatan Yang Lebih Baik
            Di berbagai negara khususnya di negara-negara yang sedang berkembang, ketersediaan sumber daya untuk mengatasi masalah kesehatan sangat terbatas, oleh karena itu pemilihan alternatif intervensi kesehatan yang cost-effective menjadi penting. Pada tahun 1978, melalui Deklarasi Alma Ata tujuan kesehatan bagi semua telah disetujui oleh seluruh negara anggota. Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization-WHO). Beberapa kesepakatan dalam deklarasi tersebut adalah komitmen negara-negara anggota terhadap keadilan kesehatan, lebih memfokuskan pelayanan kesehatan pencegahan (preventive) dan peningkatan (promotive) dibandingkan dengan pengobatan (curative) dan pemulihan (rehabilitative), meningkatkan kerjasama lintas sektoral, dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Sampai saat ini beberapa komitmen tersebut belum dapat diwujudkan. Sebagian besar negara-negara berpendapatan rendah lebih banyak mengalokasikan sumber daya untuk pelayanan kesehatan pengobatan. Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi alokasi, penggunaan teknologi yang tidak tepat, dan inefisiensi teknis. Hanya sedikit negara yang sukses mencapai kesehatan yang adil dan berhasil menjalin  kerjasama lintas sektor dan partisipasi masyarakat dengan baik.

4.      Menilai Status Kesehatan Penduduk
Status kesehatan penduduk biasanya dinilai dengan menggunakan berbagai indikator yang secara garis besar dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yang terjadi selama periode tertentu. Contohnya adalah  angka kematian kasar (Crude Death Rate-CDR) dan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-IMR). Kelompok penduduk yang mempunyai angka CDR dan IMR yang rendah dikatakan mempunyai status kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok penduduk yang angka CDR dan IMR nya tinggi. Kelompok kedua, berisikan berbagai indikator yang memperlihatkan jumlah orang yang menderita kecacatan akibat penyakit tertentu. Contohnya adalah jumlah penderita AIDS, Tuberkulosis (TB), Polio, dan sakit mental. Sama dengan kelompok pertama, kelompok penduduk yang mempunyai jumlah penderita AIDS atau TB lebih sedikit dikatakan lebih sehat jika dibandingkan dengan kelompok penduduk yang jumlah penderita penyakit tersebut lebih banyak.  Kedua kelompok indikator tersebut sayangnya tidak menjelaskan kepada kita kapan kematian atau kecacatan terjadi, bagaimana tingkat parahnya penyakit, dan berapa lama mereka menderita. Masyarakat pempunyai nilai atau persepsi yang berbeda tentang hal-hal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 1993 kedua kelompok indikator tersebut digabungkan kedalam satu indikator yang disebut DALY     ( Disability Adjusted Life Years ) untuk mengukur dengan lebih baik status kesehatan penduduk. DALY menggambarkan jumlah tahun untuk hidup sehat yang hilang sebagai akibat dari kematian dan kecacatan. Satu DALY didefinisikan sebagai satu tahun yang hilang untuk hidup sehat akibat dari kematian dan kecacatan. Penggunaan DALY dapat digunakan untuk membandingkan kesehatan penduduk dari waktu ke waktu atau membandingkan antara satu kelompok penduduk dengan kelompok penduduk lain dengan lebih mudah dan sederhana. Kesimpulannya, DALY mengukur beban yang ditimbulkan oleh penyakit yang diakibatkan oleh kematian dan atau kecacatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Penggunaan indikator DALY dapat dianalogikan dengan penggunaan indikator HDI (Human Development Index) yang dikembangkan oleh UNDP yang merupakan indikator komposit dari kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan
.
5.      Peningkatan Biaya Kesehatan
Analisis perkiraan biaya untuk meningkatkan cakupan intervensi pelayanan kesehatan yang esensial telah dilakukan terhadap 49 kegiatan prioritas di 89 negara miskin. Intervensi ini telah diidentifikasi sebagai kunci keberhasilan untuk menangani keadaan kesehatan bagi penduduk miskin. Perluasan kegiatan ini didasarkan atas tingkat cakupan yang akan dicapai pada tahun 2007 dan 2015 dengan data dasar tahun 2002. Analisa biaya direncanakan untuk memperkirakan tambahan biaya yang diperlukan untuk perluasan pelayanan yang didasarkan atas kondisi saat ini.

6.      Menghilangkan Hambatan Non-Biaya Untuk Pelayanan Kesehatan
Sebagian besar negara-negara berpendapatan rendah memerlukan upaya khusus untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama untuk menerapkan sistem DDK dan dukungan manajemen sangat diperlukan. Komisi menilai secara detil berbagai hambatan non-finansial yang harus diatasi, (lihat Tabel ). Terdapat lima katagori hambatan yaitu sebagai berikut: (1) pada tingkat keluarga dan masyarakat, (2) tingkat pelayanan kesehatan, (3) tingkat kebijakan sektor kesehatan dan manajemen strategik, (4) isu kebijakan publik, dan (5) karakteristik lingkungan.

2.1.2  Pengertian Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Pembangunan kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus dibekali dengan pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat. Oleh sebab itu promosi kesehatan hendaknya dapat berjalan secara integral dengan berbagai aktivitas pembangunan kesehatan sehingga menjadi arus utama pada percepatan pencapaian MDGs dan mewujudkan jaminan kesehatan masyarakat semesta


2.2 Kaitan Dasar Ekonomi Kesehatan Terhadap Pembangunan
Sistem ekonomi kesehatan dapat diidentifikasi dalam berbagai komponen yaitu: pemerintah, masyarakat, pihak ketiga yang menjadi sumber pembiayaan seperti PT Askes Indonesia, JPKM; Penyedia pelayanan, termasuk industri obat dan tempat-tempat pendidikan tenaga kesehatan, dan sebagainya. Pembangunan adalah sebagai suatu proses, akan terkait dengan mekanisme sistem atau kinerja suatu sistem. Menurut Eastonn, proses sistemik paling tidak terdiri atas tiga unsur: pertama adanya input, yaitu bahan masukan konversi; kedua, adanya proses konversi, yaitu wahana untuk mengolah bahan masukan; ketiga, adanya output, yaitu sebagai hasil dari proses konversi yang dilaksanakan. Proses sistenik dari suatu sistem akan saling terkait dengan subsistem dan sistem-sistem lainnya termasuk lingkungan internasional. Proses pembangunan sebagai proses sistemik, pada akhirnya akan menghasilkan keluaran (output) pembangunan, kualitas dari output pembangunan tergantung pada bahan masukan (input), kualitas dari proses pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh lingkungan dan faktor-faktor alam lainnya. Bahan masukan pembangunan, salah satunya adalah saumber daya manusia, yang dalam bentuk konkritnya adalah manusia. Manusia dalam proses pembangunan mengandung beberapa pengertian, yaitu manusia sebagai pelaksana pembangunan, manusia sebagai perencana pembangunan, dan manusia sebagai sasaran dari proses pembangunan (as object). Menurut H.L Blum (1974) derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis dan keturunan. Yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan adalah keadaan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan perilaku masyarakat yang merugikan, baik masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi maupun teknologi (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosial serta harapan berumur panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut Winslow menetapkan suatu syarat yang sangat penting, yaitu harus ada pengertian, bantuan dan partisipasi masyarakat secara teratur dan terus menerus (Effendy, 1998).
Sedangkan tujuan dari pembangunan nasional adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika dalam pembangunan nasional mencakup seluruh aspek nasional seperti kesehatan, pertanian, keuangan, dan lain-lain, maka pembangunan harus berawal dari pembangunan aspek nasional satu per satu. Pada hal ini yang kita khususkan adalah aspek kesehatan. Bidang kesehatan merupakan salah satu aspek nasional yang penting dan harus dibangun secara baik. Mejadi baiknya bidang kesehatan memiliki beberapa faktor seperti ekonomi kesehatan, pelayanan, pelaku kesehatan, pembangunan kesehatan, dan sebagainya.

2.3 Definisi Pembiayaan Kesehatan, Macam Biaya Kesehatan
2.3.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan
Sub system pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari batasan ini segera terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni :
1)        Penyedia Pelayanan Kesehatan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan (health provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan. Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan.
2)        Pemakai Jasa Pelayanan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama, maka biaya kesehatan di sini menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan. Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga turut mempersoalkannya, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan kesehatan (health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk padaa seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatka suatu upaya kesehatan. Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi penyedia pelayan kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit). Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami kerugian (loss). Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh kedua belah pihakk tersebut. Hanya saja, karena pada umumnya pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang diselenggrakan oleh ihak swasta tidak ingin mengalami kerugian, dan karena itu setiap pengeluaran telah diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan diselenggarakan, maka perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih banyak didasarkan pada jumlah dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan kesehatan saja. Di samping itu, karena di setiap negara selalu ditemukan peranan pemerintah, maka dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di sektor pemerintah. Tetapi karena pada upaya kesehatan pemerintah selalu ditemukan adanya subsidi, maka cara perhitungan yang dipergunakan tidaklah sama. Total biaya kesehatan dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa, dan karena itu merupakan pendapatan (income) pemerintah, melainkan dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expenses) untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya total biaya kesehatan yang berlaku di suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai. Pertama, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan untuk sektor swasta. Kedua, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan kesehatan untuk sektor pemerintah. Total biaya kesehatan adalah hasil dari penjumlahan dari kedua pengeluaran tersebut.
2.3.2        Macam Biaya Kesehatan
Biaya kesehatan banyak macamnya karena semuanya tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau dimanfaatkan. Hanya saja disesuaikan dengan pembagian pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni :
1.      Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2.      Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit. Sama halnya dengan biaya kesehatan secara keseluruhan, maka masing-masing biaya kesehatan ini dapat pula ditinjau dari dua sudut yakni dari sudut penyelenggara kesehatan (health provider) dan dari sudut pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
2.4      Perkembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan Di Indonesia
2.4.1        Masa Penjajahan ( Colonial Period )
Sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda pada abad ke-19. Pada tahun 1807 dimasa pemerintahan Gubernur Jenderal Deandles pembiayaan kesehatan dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu pernah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan dengan tujuan penurunan angka kematian bayi yang sangat tinggi pada masa tersebut. Upaya tersebut tidak berlangsung lama karena terbatasnya dana dalam penyediaan tenaga pelatih kebidanan. Pada tahun 1930 upaya ini dilanjutkan kembali dengan mendata semua dukun bayi yang ada di Indonesia untuk diberikan pelatihan pertolongan persalinan. Pada masa penjajahan juga yiatu tahun 1851 didirikan Sekolah Dokter Java (sekarang menjadi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ) di Jakarta yang dikepalai oleh orang Belanda yang kemudian terkenal dengan nama STOVIA ( School Tot Opleding Van Indische Arsten ) untuk pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 juga didirikan sekolah dokter di Surabaya dengan nama NIAS  ( Nederland Indische Arsten School ). Kedua sekolah doker tersebut mempunyai peranan besar dalam pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan berbagai fasilitas kesehatan diberbagai daerah di Indonesia seperti Laboratorium Eykman di Bandung tahun 1888 yang juga berdiri di Medan, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Saat wabah penyakit Pes masuk ke Indonesia pada tahun 1922 dan menjadi epidemik tahun 1933-1935 terutama di pulau Jawa, pemerintah Hindia Belanda melakukan penanggulangan dengan melakukan penyemprotan dengan DDT terhadap semua rumah penduduk dan vaksinasi masal. Begitupun saat terjadi wabah penyakit Kolera pada tahun 1927 dan 1937. Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa penjajahan, pembiayaan kesehatan pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu bersumber dari pajak dan hasil bumi yang dihasilkan dari bumi Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintah Hindia Belanda, warga Indonesia yang sedang terjajah tidak bisa ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, akses masyarakat pribumi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah Hindia Belanda juga dibatasi. Warga pribumi hanya berperan sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa ini Pemerintah Hindia Belanda tidak dapat menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik. Pemerintah Hindia Belanda hanya mementingkan pelayanan kesehatan bagi para pegawai pemerintah Hindia Belanda, Militer belanda dan pegawai perusahaan milik pemerintah pada masa itu.

2.4.2        Pembiayaan Kesehatan Masa Kemerdekaan dan Orde Lama
Sejarah yang mencatat kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 menaruh harapan besar bagi segenap warga negara Indonesia dalam semua aspek kehidupan untuk menjadi lebih baik. Salah satu aspek yang menjadi harapan adalah bidang kesehatan. Perbaikan di sektor kesehatan terutama dititik beratkan pada upaya pemerataan pelayanan kesehatan yang bisa menjangkau seluruh masyarakat diwilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang notabene merupakan negara kepulauan yang sangat luas wilayahnya.  Pembiayaan kesehatan negara Indonesia pada masa tersebut sepenuhnya berada dalam domain pemerintah Republik Indonesia yang dialokasikan melalui anggaran negara. Keterbatasan anggaran belanja negara yang juga masih membutuhkan dana terutama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan membuat aspek kesehatan belum menjadi prioritas utama pemerintahan pada masa itu dalam pembangunan.
Salah satu perkembangan penting bidang kesehatan pada masa kemerdekaan adalah konsep Bandung ( Bandung Plan )  pada tahun 1951 oleh dr. J. Leimena dan dr. Patah. Konsep ini memperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan rehabilitatif tidak bisa dipisahkan. Tahun 1956, dr. J. Sulianti mengembangkan  konsep baru dalam upaya pengembangan kesehatan masyarakat yaitu model pelayanan bagai pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia. Konsep ini memadukan antara pelayanan medis dengan pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan. Kondisi ekonomi dan keuangan pada periode awal kemerdekaan amat buruk. Kondisi ini membuat pemerintahan pada masa tersebut mengambil kebijakan yang kurang menitikberatkan pada sektor kesehatan. Pemerintahan pada masa awal kemerdekaan dan orde lama pembangunannya lebih dititik beratkan pada peningkatan ekonomi, pemerintah belum memiliki kebijakan kesehatan nasional  yang jelas. Pada masa itu pemerintah sempat menjalankan program pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin tetapi belum berhasil dengan baik karena pelayanan yang kurang merata dan belum mampu menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, selain itu juga dikembangkan model sistem asuransi kesehatan tetapi masih terbatas pada kalangan pejabat pemerintahan saja. Banyaknya kegagalan dalam berbagai kebijakan ekonomi yang terjadi pada masa ini juga diperparah karena pemerintah tidak mampu melakukan penghematan dalam belanja negara, banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah. Pengaruh politik sangat kentara sekali karena pada masa ini pemerintah Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat. Hal ini merupakan imbas dari sistem demokrasi terpimpin yang digunakan oleh pemerintahan Presiden Soekarno yang lebih berkiblat kearah sosialis baik dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa kemerdekaan dan orde lama, pembiayaan kesehatan pemerintah pada waktu itu bersumber hampir seluruhnya dari anggaran pemerintah. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan Presiden Soekarno. Warga Indonesia sudah mulai dilibatkan dan  ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai dibuka. Pada masa ini Pemerintah orde lama belum mampu menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.

2.4.3        Pembiayaan Kesehatan Masa Orde Baru
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah menganut tiga asas yaitu:
a.       Asas Sentralisasi
Asas Sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.
b.      Asas Desentralisasi
Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
c.       Asas Dekonsentrasi
Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang  pemerinahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertical wilayah tertentu.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan pemerintah lebih menitikberatkan pada stabilitas nasional yang sangat besar sekali pengaruh politiknya. Soeharto beranggapan bahwa suatu negara harus mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu sebelum mencapai stabilitas dibidang lainnya. Pembangunan nasional terus dilakukan untuk terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan berbagi kebijakan seperti penciptaan lapangan keja baru. Pendapatan perkapita penduduk juga meningkat jika dibandingkan dengan periode pemerintahan orde lama. Pemerintahan orde baru menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan signifikan sepanjang 32 tahun masa kepemerintahan, pemerintah jarang sekali melakukan perubahan arah kebijakan pembangunan karena telah dituangkan dalam Garis-garis besar haluan negara sehingga setiap perencanaan pembangunan harus mengarah pada GBHN yang telah ditetapkan pemerintah. Pemerintah sukses mengeluarkan jargon kebijakan ekonomi yang disebut trilogi pembangunan yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pemerataan pembangunan. Terlihat jelas sekali keberhasilan pemerintahan dalam menjaga stabilitas perekonomian negara karena ditunjang oleh stabilitas politik yang sangat baik.  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada masa orde baru selalu disusun berdasarkan asumsi perhitungan dasar yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Format APBN hanya dibedakan menjadi dua jenis catatan yaitu penerimaan dan pengeluaran, juga diberlakukan prinsip berimbang denga artian bahwa pengeluaran negara disesuaikan dengan pemasukan yang diterima. Saat kekuasaan pemerintahan beralih pada tahun 1967 dari Pemerintahan Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, kebijakan dan arah pembangunan Indonesia juga turut mengalami perubahan yang signifikan. Pada bulan Nopember 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. dr. Achmad Dipodilogo  yang mengacu pada konsep Bandung ( Bandung Plan ) mengajukan konsep pusat kesehatan masyarakat. Hasil seminar pada waktu itu menyepakati konsep puskesmas tipe A, B dan C. Departemen Kesehatan pada waktu itu  menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia.  Pada tahun 1968 dilaksanakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional yang menghasilkan keputusan bahwa puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas disepakati sebagai unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dn mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten ( Notoatmodjo : 2005 ). Pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat di daerah mulai ditingkatkan lagi dengan dikembangnya konsep Posyandu ( Pos Pelayanan Tepadu ) yang memberikan pelayanan kesehatan ditingkat desa dengan menitikberatkan pada pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan diare dan imunisasi. Pelayanan di posyandu juga merupakan momentum baru dalam melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan dengan adanya kader kesehatan yang berasal dari masyarakat dalam pelayanan posyandu di tiap desa.
Pembiayaan kesehatan pada masa orde baru juga mengalami perubahan dimana kondisi perekonomian negara yang mulai meningkat, sektor privat atau swasta juga mengalami perkembangan pesat termasuk didalamnya pengelolaan rumah sakit. Pemerintah pada masa itu juga belum mampu menetapkan regulasi yang mengatur tentang pasar dibidang kesehatan.  Pembiayaan kesehatan negara hampir sepenuhnya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perencanaan pembangunan dibidang kesehatan ditetapkan melalui rencana pembangunan lima tahunan atau yang lebih dikenal dengan sebutan REPELITA mulai dali REPELITA I sampai REPELITA VI yang juga berakhir seiring dengan berakhirnya kekuasaan pemerintahan orde baru ke orde reformasi pada tahun 1998.
Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa orde baru Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam bidang ekonomi yang juga memberikan dampak positif terhadap  pembiayaan sektor kesehatan. Lahirnya konsep puskesmas dan posyandu yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat juga terjadi pada masa ini. Pembiayaan kesehatan pada masa ini  tidak lagi sepenuhnya bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga mulai dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan Presiden Soeharto. Warga masyarakat  sudah mulai dilibatkan dan  ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan seperti sebagai kader kesehatan dalam program posyandu, akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata. Pada masa ini pemerintah orde baru sudah mulai mampu menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.

2.4.4        Pembiayaan Kesehatan Masa Reformasi
Beralihnya kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibie dimulai era reformasi. Banyak perubahan besar terjadi pada masa ini seperti dalam hal ketatanegaraan dan juga kebijakan ekonomi. Dalam bidang pembiayaan kesehatan, kebijakan yang diambil adalah program kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak - jaring pengaman sosial bidang kesehatan ( PKPS BBM – JPS BK ) yang dimulai sejak tahun 1998 dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat tidak mampu disemua fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Program ini dilakukan untuk meminimalisir dampak yang dirasakan oleh masyarakat kecil dan tidak mampu terutama dalam bidang kesehatan terhadap dampak krisis ekonomi. Berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sebagai salah satu kompensasi kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan aspirasi warga negara diberbagai wilayah di Indonesia. Pengaruh politik terlihat kentara sekali dalam lahirnya UU Otonomi daerah, kebijakan pembangunan yang semula tersentralisasi  di pemerintahan pusat, sejak diberlakukannya UU tentang otonomi daerah menjadi di desentralisasikan ke pemerintah daerah untuk mengambil alih kebijakan pembangunan didaerahnya masing-masing. Bidang kesehatan termasuk urusan yang penyelenggaraannya diserahkan pada pemerintah daerah, hal ini setidaknya menimbulkan berbagi masalah seperti ketimpangan pembangunan antara daerah yang kaya dengan daerah yang miskin. Daerah yang kaya dengan sumber daya alam tentu saja dapat mengalokasikan lebih banyak anggaran belanja daerahnya dalam bidang kesehatan, hal itu tentunya tidak bisa dilakukan oleh daerah yang memiliki sumber daya alam yang terbatas.
Pembiayaan kesehatan pada masa ini  juga mengalami masalah sebagai imbas terjadinya krisis ekonomi. Anggaran pemerintah disektor kesehatan pada periode awal reformasi juga menurun. Peran sektor swasta juiga meningkat pada masa ini yang ditandai dengan  terus bertambahnya jumlah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan pemerintah lebih dititik beratkan pada program untuk mengurangi dampak krisis ekonomi yang langsung dirasakan oleh masyarakat, salah satu bentuknya adalah program JPS-BK.  Bidang kesehatan sejak masa ini tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah pusat tetapi diserahkan pada pemerintah daerah, pemerintah pusat lebih banyak mengambil peran sebagi regulator dalam bidang kesehatan . Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata. Pada masa ini pemerintah sudah mulai mampu menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.

2.4.5        Pembiayaan Kesehatan Indonesia Masa Sekarang
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dimulai sejak tahun 2004  mengambil kebijakan yang cenderung controversial dan imbasnya langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Kebijakan Pengurangan subsidi BBM yang menyebabkan harga BBM melonjak drastis menyebabkan masyarakat mengalami dampak yang cukup signifikan. Kenaikan harga BBM cenderung selalu diikuti dengan kenaikan harga berbagai komponen bahan pokok dan kenaikan jasa termasuk didalamnya jasa pelayanan kesehatan terutama sektor swasta. Pemerintahan pada masa itu mengalihkan anggaran subsidi BBM ke sektor yang lebih penting yaitu sektor pendidikan, kesehatan dan bidang lainnya yang ikut mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kebijakan lainnya yang diambil pemerintah pada masa ini adalah pemberian Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) bagi masyarakat miskin. Kebijakan ini menimbulkan kontroversi karena tujuan pengurangan dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat miskin tidak tercapai karena banyak BLT yang diterima oleh warga yang tidak berhak. Departemen Kesehatan pada masa ini yaitu tahun 2006 mengeluarkan konsep pembangunan kesehatan berkelanjutan yang kemudian dikenal sebagai Visi Indonesia Sehat 2010. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai visi tersebut dengan mensosialisasikan hingga ketingkat daerah. Kebijakan desentaralisasi yang direvisi kembali melalui UU Nomr 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sedikit menghambat berjalannya kebijakan Indonesia Sehat 2010. Konsepsi visi Indonesia Sehat 2010 pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigm yang secara nyata cukup bertentangan dengan prinsip desentarlisasi yang di atur dalam UU pemerintahan daerah dimana kewenangan daerah otonom dalam penentuan arah dan model pembangunan di wilayahnya masing-masing tanpa hatus terikat dengan kebijakan pemerintah pusat.
Kebijakan desentralisasi pada beberapa hal ikut menggerus pola lama pembangunan termasuk didalamnya pembangunan bidan kesehatan. Kekuasaan otonom pemerintah daerah dalam penentuan kebijakan pembangunannya membuat konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010 menjadi tidak terlalu bermakna. Pada kenyataannya masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang pembangunan di bidang kesehatannya sangat jauh dari kualitas baik, pada saat yang sama kecenderungan epidemiologi penyakit tidak banyak mengalami perubahan dan diperparah lemahnya infrastruktur promotif dan preventif bidang kesehatan. Pemerintah  pusat akhirnya membuat kebijakan berupa penerbitan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang kemudian dikenal sebagai Sistem Kesehatan Nasional yang terdiri dari; upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sumber daya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan. Komponen pembiayaan kesehatan merupakan salah satu komponen terpenting dalam sistem kesehatan nasional. Beberapa kebijakan dalam pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah antara lain pada tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional ( UU SJSN ) dengan tujuan memberikan jaminan nasional yang komprehensif bagi seluruh warga negara Indonesia. Tahun 2005 pemerintah melalui Departemen Kesehatan meluncurkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang disempurnakan bentuk dan operasionalnya pada tahun 2008 menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Tahun 2010 pemerintah kembali  memperkenalkan program baru yaitu Bantuan Operasional Kesehatan ( BOK ) yang dananya disalurkan ke seluruh puskesmas yang ada di Indonesia. Pengaruh lembaga Internasional seperti PBB yang Indonesia menjadi anggotanya dengan konsep Millenium Development Goals ( MDGs ) menekankan beberapa target pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. Salah satu komponen dalam MDGs adalah bidang kesehatan yaitu target penurunan Angka Kematian Ibu melahirkan atau AKI pada tahun 2015 yang harus menurun hingga 102 / 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi ( AKB ) menjadi 23 / 1000 kelahiran hidup. Untuk mempercepat pencapaian target tersebut pemerintah melalui Kementerian Kesehatan meluncurkan program baru yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 yaitu program Jaminan Persalinan ( Jampersal ) dengan tujuan menjamin seluruh pembiayaan persalinan seluruh warga negara.
Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa sekarang pembiayaan sektor kesehatan mulai menjadi prioritas pembangunan. Pembiayaan kesehatan pada masa ini  tidak lagi sepenuhnya bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan pusat, seiringnya berjalannya sistem otonomi daerah, setiap daerah otonom berhak menentukan perencanaan sendiri pembangunan kesehatan di daerahnya.  Partisipasi masyarakat terus meningkat dalam upaya kesehata yang bersumber masyarakat (UKBM) seperti posyandu dan kader kesehatan.  Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata seiring dengan bertambahnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang mulai menjangkau daerah pedesaan di Indonesia.
Lahirnya UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan harapan baru bagi sistem pembiayaan kesehatan Indonesia dimasa yang akan datang. Dalam UU tersebut terdapat  empat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yaitu ; (1) PT. Askes, yang diperuntukan bagi semua PNS, penerima pension, perintis kemerdekaan, veteran dan anggota keluarganya dengan jumlah peserta tahun 2010 mencapai 3,7 juta PNS ( belum termasuk anggota keluarga yang ikut ditanggung biaya kesehatannya yaitu 1 orang isteri/suami dan 2 orang anak ); (2) PT. Jamsostek, yang diperuntukkan bagi semua pekerja sektor BUMN dan swasta yang telah bekerjasama dengan Jamsostek; (3) PT. Asabri, yang diperuntukkan bagi anggota TNI dan POLRI; (4) PT. Taspen, yaitu dana tabungan pegawai negeri sipil ( Kementerian Kesehatan RI; 2011 ). UU SJSN No. 40 Tahun 2004 menyebutkan bahwa  setiap warga negara berhak atas jaminan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar hidup yg layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Ini merupakan cikal bakal terbentuknya  Sistem Jaminan Sosial Nasional Bagi  seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 2011, DPR dan pemerintah mengesahkan Undang-undang tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial ( BPJS ) yang di bagi menjadi; (1) UU BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk menampung pengalihan program Jamkesmas, Askes, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek dan PT. Asabri; (2) UU BPJS 2 yang diasumsikan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 atau selambat-lambatnya 1 Juli 2015 dengan tujuan pengelolaan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pension yang merupakan transformasi dari PT. Jamsostek. Dari berbagai kebijakan yang telah diambil pemerintah diatas, kebijakan pembiayaan kesehatan Indonesia dimasa yang akan datang bertujuan untuk menjamin kesehatan semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Hal itu diaspirasi melalui disahkannya UU tentang sistem jaminan sosial nasional yang pada hakekatnya bertujuan agar semua warga negara dijamin oleh suatu sistem nasional yang dikelola oleh negara, jaminan yang diberikan tidak hanya sebatas jaminan kesehatan, tetapi juga jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.  Pemerintah bersama DPR baru saja mengesahkan UU tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial ( BPJS ) yag mengatur tentang Badan Publik yang akan melaksanakan sistem jaminan sosial nasional sperti yang telah dimanatkan dalam UU No. 40 Tahun 2004. Dengan disahkannya UU BPJS, jalan panjang rakyat Indonesia untuk bisa menikmati jaminan kesehatan dan jaminan sosial lainnya dari negara masih sangat panjang karena penerapan UU BPJS baru akan diberlakukan pada awal tahun 2014.

2.5      Definisi Sistem Kesehatan Nasional, tujuan sistem kesehatan nasional, dan manfaat sistem kesehatan nasional
2.5.1        Definisi Sistem Kesehatan Nasional
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh. Sistem Kesehatan Nasional adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2). Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 ( Depkes RI, 2004) Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
SKN perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. SKN disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan kesehatan

2.5.2        Tujuan Sistem Kesehatan Nasional
  Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. ( Perpres 72, 2012).

2.5.3        Manfaat Sistem Kesehatan Nasional
Penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal, agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta. Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional. SKN ini merupakan dokumen kebijakan pengelolaan kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan ( Perpres 72, 2012)

2.6      Asas Sistem Kesehatan Nasional
Sebagaimana dinyatakan bahwa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Dengan demikian untuk menjamin efektifitas SKN, maka setiap pelaku pembangunan kesehatan harus taat pada asas yang menjadi landasan bagi setiap program dan kegiatan pembangunan kesehatan.
1. Dasar Pembangunan Kesehatan
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Dalam Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mendasarkan pada:
1. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
2. Pemberdayaan dan Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban, dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan semangat solidaritas sosial serta gotong-royong.
3. Adil dan Merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4. Pengutamaan dan Manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorangan atau golongan. Upaya kesehatan yang bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna dan bertahap dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya. Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut, dan masyarakat miskin. Perlu diupayakan pembangunan kesehatan secara terintegrasi antara Pusat dan Daerah dengan mengedepankan nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu: a) Berpihak pada Rakyat, b) Bertindak Cepat dan Tepat, c) Kerjasama Tim, d) Integritas yang Tinggi, dan e) Transparansi serta Akuntabilitas.

2. Dasar Sistem Kesehatan Nasional
Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar-dasar sebagai berikut:
1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain menggariskan bahwa setiap rakyat berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya tanpa membedakan suku, golongan, agama, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3. Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Agar SKN berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good governance). Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional, serta bertanggung-jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel).
4. Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law enforcement).
5. Antisipatif dan Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat internal maupun eksternal.
6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus menerapkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan.
7. Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan menggunakan potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup jasmani dan rohani. Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tujuan pembangunan kesehatan yaitu : meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dampak Pembangunan Ekonomi dapat mempengaruhi derajat derajat kesehatan masyarakat. adalah pertama, kesehatan dan pembangunan, kedua, kesehatan dan kemiskinan, ketiga, memilih  intervensi untuk kesehatan yang lebih baik,  keempat Menilai Status Kesehatan Penduduk, kelima, Peningkatan Biaya Kesehatan dan yang keenam, Menghilangkan Hambatan Non-Biaya Untuk Pelayanan Kesehatan.
Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sumber biaya kesehatan dapat berasal dari anggaran pemerintah, anggaran masyarakat, bantuan dari dalam dan luar negeri, serta gabungan dari anggaran pemerintah dan masyarakat. Secara umum biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi dua, yakni biaya pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat.
Sistem Kesehatan Nasional adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dengan demikian untuk menjamin efektifitas SKN, maka setiap pelaku pembangunan kesehatan harus taat pada asas yang menjadi landasan bagi setiap program dan kegiatan pembangunan kesehatan.

3.2 Saran
Kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita sebagai mahasiswa dan yang membacanya. Jika ada kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini maka saya  mohon kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan kedepannya.









DAFTAR PUSTAKA

Tjiptoherijanto, soesetyo, 2008. Ekonomi Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar